Perbedaan Syari'at, Thoriqoh, Haqiqah dan Ma'rifat


Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah-istilah agama yang kadang pengertiannya masih rancu di kalangan masyarakat, istilah tersebut antara lain :

 1. Syariat 

Adalah hukum Islam yaitu Al qur’an dan Hadist yang merupakan sumber acuan utama dalam semua produk hukum dalam Islam, yang selanjutnya menjadi Madzhab-madzhab ilmu Fiqih, Aqidah dan berbagai disiplin ilmu dalam Islam yang dikembangkan oleh para ulama dengan memperhatikan atsar para shahabat, ijma’ dan kiyas. Dalam ilmu keislaman terdapat 62 madzhab fiqh yang dinyatakan mu’tabar (Shahih dan bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya) oleh para ulama. Sedangkan dalam ilmu Tuhid, juga dikenal dengan ilmu kalam. Ahirnya ummat Islam terpecah menjadi 73 golongan / firqah dalam konsep keyakinan. Perbedaan ini terdiri dari perbedaan tentang beberapa konsep, baik menyangkut keyakinan tentang Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab Allah, para Nabi dan Rasul, hari qiamat dan taqdir.

Namun dalam masalah keimanan berbeda dengan fiqih. Dalam fiqih masih ada toleransi atas perbedaan selama perbedaan tersebut tetap merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah, dan sudah teruji kebenarannya serta diakui kemu’tabarannya oleh para ulama yang kompeten. Akan tetapi dalam konsep keimanan, dari 73 golongan yang ada, hanya satu golongan yang benar dan menjadi calon penghuni surga, yaitu golongan yang konsisten / istiqamah berada dibawah panji Tauhidnya Rasulullah SAW dan Khulafa'ur Rasyidiin Al-Mahdiyyin yang selanjutnya dikenal dengan Ahlussunnah wal Jamaah. Sedangkan firqah / golongan lainnya dinyatakan sesat dan kafir. Jika tidak bertaubat maka mereka terancam masuk dalam neraka. Na’udzubillah.


2. Thariqah 

Adalah jalan, cara, atau metode implementasi syariat. Yaitu cara/metode yang ditempuh oleh seseorang dalam menjalankan Syariat Islam, sebagai upaya pendekatannya kepada Allah Swt. Jadi orang yang berthariqah adalah orang yang melaksanakan hukum Syariat, lebih jelasnya Syariah itu hukum dan Thariqah itu prakteknya / pelaksanaan dari hukum itu sendiri.

Thariqah ada 2(dua) macam :
  1. Thariqah ‘Aam : adalah melaksanakan hukum Islam sebagaimana masyarakat pada umumnya, yaitu melaksanakan semua perintah, menjauhi semua larangan agama Islam dan anjuran anjuran sunnah serta berbagai ketentuan hukum lainnya sebatas pengetahuan dan kemampuannya tanpa ada bimbingan khusus dari guru/mursyid.
  2. Thariqah Khas : Yaitu melaksanakan hukum Syariat Islam melalui bimbingan lahir dan batin dari seorang guru/syeikh/Mursyid. Bimbingan lahir dengan menjelaskan secara intensif tentang hukum-hukum Islam dan cara pelaksanaan yang benar. Sedangkan bimbingan batin adalah tarbiyah rohani dari sang guru/mursyid dengan izin bai’at khusus yang sanadnya sambung sampai pada Baginda Nabi Muhammad Saw.
    Thariqah Khas ini lebih dikenal dengan nama Thariqah as-SufiyahThariqah al-Auliya’. Thariqah Sufiyah yang mempunyai izin dan sanad langsung dan sampai pada Rasulullah itu berjumlah 360 Thariqah. Dalam riwayat lain mengatakan 313 thariqah. Sedang yang masuk ke Indonesia dan direkomendasikan oleh Nahdlatul Ulama’ berjumlah 44 Thariqah, dikenal dengan Thariqah Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah dengan wadah organisasi yang bernama Jam’iyah Ahlut Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Nahdliyah.

Dalam kitab Mizan Al-Qubra yang dikarang oleh Imam Al-Sya’rany ada sebuah hadits yang menyatakan :

ان شريعتي جا ءت على ثلاثما ئة وستين طريقة ما سلك احد طريقة منها الا نجا .(ميزان الكبرى للامام الشعرني : 1 / 30)

“Sesungguhnya syariatku datang dengan membawa 360 thariqah (metoda pendekatan pada Allah), siapapun yang menempuh salah satunya pasti selamat”. (Mizan Al Qubra: 1 / 30 )

Dalam riwayat hadits yang lain dinyakan bahwa :

ان شريعتي جائت على ثلاثمائة وثلاث عشرة طريقة لا تلقى العبد بها ربنا الا دخل الجنة ( رواه الطبرني )

“Sesungguhnya syariatku datang membawa 313 thariqah (metode pendekatan pada Allah), tiap hamba yang menemui (mendekatkan diri pada) Tuhan dengan salah satunya pasti masuk surga”. (HR. Thabrani)

Terlepas dari perbedaan redaksi dan jumlah thariqah pada kedua riwayat hadits diatas, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus percaya akan adanya thariqah sebagaimana direkomendasi oleh hadits tersebut. Kalau tidak percaya berarti tidak percaya dengan salah satu hadits Nabi. Lalu bagaimana hukumnya tidak percaya pada Hadits Nabi yang shahiih?

Dari semua thariqah sufiyah yang ada dalam Islam, pada prinsip pengamalannya terbagi menjadi dua macam yaitu thariqah mujahadah dan thariqah mahabbah.
Thariqah mujahadah adalah thariqah/metode pendekatan kepada Allah SWT dengan mengandalkan kesungguhan dalam beribadah, sehingga melalui kesungguhan beribadah tersebut diharapkan secara bertahap seorang hamba akan mampu menapaki jenjang demi jenjang martabah (maqamat) untuk mencapai derajat kedekatan disisi Allah SWT dengan sedekat dekatnya. Sebagian besar thariqah yang ada adalah thariqah mujahadah.

Sedangkan thariqah mahabbah adalah thariqah yang mengandalkan rasa syukur dan cinta, bukan banyaknya amalan yang menjadi kewajiban utama. Dalam perjalanannya menuju hadirat Allah SWT seorang hamba memperbanyak ibadah atas dasar cinta dan syukur akan limpahan rahmat dan nikmat Allah SWT, tidak ada target maqamat dalam mengamalkan kewajiban dan berbagai amalan sunnah dalam hal ini. Tapi dengan melaksanakan ibadah secara ikhlash tanpa memikirkan pahala, baik pahala dunia maupun pahala ahirat , kerinduan si hamba yang penuh cinta pada Sang Pencipta akan terobati. Yang terpenting dalam thariqah mahabbah bukan kedudukan/jabatan disisi Allah, tapi menjadi kekasih yang cinta dan dicintai oleh Allah SWT. 

Habibullah adalah kedudukan Nabi kita Muhammad SAW. (Adam shafiyullah, Ibrahim Khalilullah, Musa Kalimullah, Isa Ruhullah sedangkan Nabi Muhammad SAW Habibullah).

Satu satunya thariqah yang menggunakan mitode mahabbah adalah Thariqah Tijanyah.
Nama-nama thariqah yang masuk ke Indonesia dan telah diteliti oleh para Ulama NU yang tergabung dalam Jam’iyyah Ahlut Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Nahdliyah dan dinyatakan Mu’tabar (benar – sanadnya sambung sampai pada Baginda Rasulullah SAW), antara lain :
  1. Umariyah
  2. Naqsyabandiyah
  3. Qadiriyah
  4. Syadziliyah
  5. Rifaiyah
  6. Ahmadiyah
  7. Dasuqiyah
  8. Akbariyah
  9. Maulawiyah
  10. Kubrawiyyah
  11. Sahrowardiyah
  12. Khalwatiyah
  13. Jalwatiyah
  14. Bakdasiyah
  15. Ghazaliyah
  16. Rumiyah
  17. Sa’diyah
  18. Jusfiyyah
  19. Sa’baniyyah
  20. Kalsaniyyah
  21. Hamzaniyyah
  22. Bairumiyah
  23. Usysyaqiyyah
  24. Bakriyah
  25. Idrusiyah
  26. Utsmaniyah
  27. 'Alawiyah
  28. 'Abbasiyah
  29. Zainiyah
  30. Isawiyah
  31. Buhuriyyah
  32. Haddadiyah
  33. Ghaibiyyah
  34. Khodiriyah
  35. Syathariyah
  36. Bayumiyyah
  37. Malamiyyah
  38. Uwaisiyyah
  39. Idrisiyah
  40. Akabirul Auliya’
  41. Subbuliyyah
  42. Matbuliyyah
  43. TIJANIYAH
  44. Sammaniyah.

3. Haqiqah

Yaitu sampainya seseorang yang mendekatkan diri kepada Allah Swt di depan pintu gerbang kota tujuan, yaitu tersingkapnya hijab-hijab pada pandangan hati seorang salik (hamba yang mengadakan pengembaraan batin) sehigga dia mengerti dan menyadari sepenuhnya hakekat dirinya selaku seorang hamba di depan TuhanNya selaku Al-Kholiq.

Bertolak dari kesadaran inilah, ibadah seorang hamba pada level ini menjadi berbeda dengan ibadah orang kebanyakan. Kebanyakan manusia beribadah bukan karena Allah SWT, tapi justru karena adanya target-target kebutuhan duniawi yang ingin mereka dapatkan, ada juga yang lebih baik sedikit niatnya, yaitu mereka yang mempunyai target kebutuhan ukhrawi (pahala akhirat) dengan kesenangan surgawi yang kekal.

Sedangkan golongan Muhaqqiqqiin tidak seperti itu, mereka beribadah dengan niat semata mata karena Allah SWT, sebagai hamba yang baik mereka senantiasa menservis majikan/tuannya dengan sepenuh hati dan kemampuan, tanpa ada harapan akan gaji/pahala. Yang terpenting baginya adalah ampunan dan keridhaan Tuhannya semata. Jadi tujuan mereka adalah Allah SWT bukan benda benda dunia termasuk surga sebagaimana tujuan ibadah orang kebanyakan tersebut diatas.


4. Ma’rifah

Adalah tujuan akhir seorang hamba yang mendekatkan diri kepada Allah Swt yaitu masuknya seorang salik kedalam istana suci kerajaan Allah Swt (Wushul) sehingga dia benar benar mengetahui dengan pengetahuan langsung dari Allah SWT baik tentang Tuhannya dengan segala keagungan Asma’Nya, sifat-sifat, Af’al serta DzatNya, dan juga segala rahasia penciptaan makhluk di jagad raya ini.

Para ‘Arifiin ini tujuan dan cita cita ibadahnya jauh lebih tinggi lagi, Mereka bukan hanya ingin Allah SWT dengan ampunan dan keridhaanNYa, tapi lebih jauh mereka menginginkan kedudukan yang terdekat dengan Al-Khaliq, yaitu sebagai hamba hamba yang cinta dan dicintai oleh Allah SWT.

(syariah dan Thariqah) kita bisa mempelajari teori dan praktek secara langsung, baik melalui membaca kitab-kitab/buku-buku maupun melalui pelajaran-pelajaran (ta’lim) dan pendidikan (tarbiyah) bagi ilmu Thariqah. Sedangkan Haqiqah dan ma’rifah pada prinsipnya tidak bisa dipelajari sebagaimana Syariah dan Thariqah karena sudah menyangkut Dzauqiyah (Rasa).

Haqiqah dan ma’rifah lebih tepatnya merupakan buah/hasil dari perjuangan panjang seorang hamba yang dengan konsisten (istiqamah) mempelajari dan menggali kandungan syariah dan mengamalkanya dengan ikhlas semata-mata karena ingin mendapatkan ridha dan ampunan serta cinta Allah SWT.

Perumpamaan yang agak dekat dengan masalah ini adalah : ibarat satu jenis makanan atau minuman (misalnya nasi rawon). Resep masakan nasi rawon yang menjelaskan bahan-bahan dan cara membuat nasi rawon itu sama dengan Syariah. Bimbingan praktek memasak nasi rawon itu sama dengan Thariqah. Resep dan praktek masak nasi rawon ini bisa melalui buku dan mempraktekkan sendiri (ini thariqah ‘am ) sedangkan resep dan praktek serta bimbingan masak nasi rawon dengan cara kursus pada juru masak yang ahli (itu namanya Thariqah khos). Makan nasi rawon dan menjelaskan rasa atau enaknya ini sudah haqiqah dan tidak ada buku panduannya, demikian juga makan nasi rawon dan mengetahui secara detail rasa, aroma, kelebihan dan kekurangannya itu namanya ma’rifah.

Sumber : 
Keputusan Kongres & Mubes Jam’iyah Ahlut Thariqah al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah, pada hasil Mu’tamar kedua di Pekalongan tanggal 8 Jumadil Ula 1379 H / 9 November 1959. 

0 Response to "Perbedaan Syari'at, Thoriqoh, Haqiqah dan Ma'rifat"

Posting Komentar