Relativitas

Slogan “ Semua adalah relatif” (All is relative) semakin lantang diteriakkan oleh kaum liberalis, sekularis, pluralis dan bala tentaranya, anggapan bahwa kebenaran hanyalah Tuhan sudah begitu nyaring kita dengar, sehinngga semua yang berasal dari manusia mereka anggap sebagai kebenaran semu, bukan kebenaran yang mutlak karena yang tahu kebenaran haqiqi hanyalah Tuhan.” Berfikirlah yang benar, tapi jangan merasa benar, sebab kebenaran itu relatif".

Jadi merasa benar menjadi makruh dan merasa benar sendiri dianggap haram. Para artis negeri ini pun menikmati slogan ini, dengan lantang mereka berteriak “ Semuanya itu benar dan harus dihormati”.
Yang membuka aurat benar, yang mencuri benar, bahkan yang membunuh pun mungkin mereka anggap benar. Confusing!!!

Tapi semua itu tidak akan ada artinya ketika yang meneriakkan adalah para intelek muslim yang bertitel professor doctor dan mengajar di berbagai perguruan tinggi islam, mereka pun mempunyai profesi baru
sebagai pembuka pintu surga untuk pemeluk semua agama. “surga terlalu luas kalau hanya untuk ummat islam”, teriak mereka lantang, seolah mereka sudah mengukur diameter surga.

Sekilas slogan ini memang terdengar enak, tapi sebenarnya membingungkan dan sangat naif, ketika mereka menyatakan semua pemikiran manusia adalah relative dan parsial kontekstual sebenarnya ucapan mereka itu sudah memutlakkan, padahal mereka mengatakan semua adalah relatif. Jadi perkataan mereka juga relatif dan tidak absolute, sehingga tidak bisa dijadikan pedoman karena kebenarannya tidak pasti.

Mulanya pemikiran ini seperti hanya berkaitan dengan masalah ontology. Selain tuhan adalah relative mumkinul wujud). Namun ternyata dibawa ke persoalan epistemologi. Al qur’an dan Al hadits pun mereka
serang dengan mengatakan bahwa semua itu sudah terkontaminasi oleh pemikiran manusia yang relatif dan dipengaruhi oleh subjektivitas penulis teks dan kontek historis, sehingga Al qur’an dan Al Hadits pun mereka anggap perlu untuk dikritisi, bahkan ditafsirkan semau mereka. Tentu saja ini sangat bertentangan firman Allah
“sesunggguhnya kami menurunkan Al Qur’an dan akan selalu menjaganya” dan “Tidaklah dia (Muhammad) mengatakan menurut hawa nafsu nya, melainkan atas wahyu yang diturunkan kepadanya”. Bahkan fakta sejarah pun begitu jelas mengakui otentisitas Al qur’an dan Al hadist. Hanya orang-orang yang tidak mengetahui sejarah yang meragukannya.

selain itu pemikiran sepeti ini pun sangat bertentangan dengan frman Allah "al Haqqu min Robbika"(Kebenaran adalah dari Tuhanmu) bukan ‘inda Robbika (pada Tuhanmu). Dari Tuhanmu berarti berasal dari Tuhanmu dan sudah ditransformasi kepada kehidupan manusia, jadi kebenaran itu sudah berada di sini, di masa kini, dan dalam ruang dan waktu kehidupan manusia. Jadi yang manusiawi dan bersejarah
sebenarnya bisa mutlak.

Thomas F Well, penulis buku “Thingking Critically About Philosophical problem”, menyatakan bahwa percaya pada Tuhan yang mutlak berarti percaya bahwa nilai-nilai moral manusia itu dari Tuhan.
Demikian sebaliknya apabila tidak percaya Tuhan, berarti tidak percaya adanya nilai-nilai kebenaran mutlak pada manusia. Jadi ketika ada yang mengatakan bahwa Semua kebenaran dari manusia itu relatif
berarti mereka tidak tahu (tidak percaya) Tuhan yang mutlak dan kebenaran firman-Nya yang mutlak.

0 Response to "Relativitas"

Posting Komentar