Pertama adalah Imamiyah al-itsna ‘asyariah yaitu
pengikut Imam Ibnu Musa Al-Kadzim (128-186 H) dan keturunannya sampai Muhammad
bin al-Hasan al-Askari.
Kedua adalah Ismailiyah yaitu pengikut
Imam Muhammad bin Ismail bin Ja’far al-Shodiq (132-193 H), yang mana ayahnya
yaitu Ismail wafat pada masa Ja’far al-Shodiq pada tahun 138 H, yang berpendapat
bahwa kepemimpinan syi’ah dilanjutkan oleh putranya yaitu Ismail; menurut
riwayat lain tentang Ismail bahwasannya ia wafat setelah ayahnya (158 H) namun
kematiannya dirahasiakan.
Syi’ah Ismailiyah pada periode tertutup—periode rahasia
karena khawatir atas serangan musuh-musuh mereka yakni pendukung
Abbassiah—sampai akhir abad ke-3 H ketika para pembesar Ismailiyah berhasil
menyebarkan aliran mereka ke sejumlah negara Islam seperti Yaman, Afrika utara,
Bahrain dan Syam. Dengan keberhasilan ini, mereka berada pada periode
terbuka yang dimulai dengan mendirikan Daulah Fathimiyah Agung di Maroko
(296-422 H) kemudian di Mesir (358-567 H).
Pada periode Fathimiyah di Mesir, terjadi
perpecahan madzhab seiring dengan keluarnya Druze pada tahun 408 H yang tidak
cocok dengan kepemimpinan Al-Hakim bi Amrillah (Imam ke-6 Fathimiyah 375-411 H), yang
mengaku bahwa Tuhan telah menyatu pada diri Druze. Kemudian
setelah periode tersebut, Imam ke-8 Al-Mustanshir Billah (420-487 H) menetapkan
anak sulungnya yang bernama Nizar untuk menjadi Imam setelahnya, akan tetapi
salah satu menteri senior, Badar Al-Jamaly mengumumkan
bahwa Imam yang mengganti Al-Mustanshir adalah Al-Musta’la bin Al-Mustanshir (yang waktu itu masih kecil). Badar menangkap dan memenjarakan
Nizar beserta
putranya
hingga mereka berdua meninggal. Dan dari sini, Ismailiyah berhasil mengokohkan
posisinya sebagai madzhab dan daulah, sehingga Ismailiyah terpecah menjadi: Al-Ismailiyah
Al-Musta’liyah di Mesir, dan Al-Ismailiyah Al-Nizariyah Al-Syarqiyah di
negara Islam bagian timur.
Ahmad bin Abdul Malik bin ‘Atthas seorang ulama
Ismailiyah di Asfahan menolak kekhalifahan Al-Musta’la dan dianggap mendukung
Nizar hingga wafat terbunuh pada tahun 500 H. Untuk mengambil alih kunci
kekuasaan Nizariyah dalam urusan agama dan politik, pemimpin benteng alamut
yaitu Hasan bin Shobah—yang berkebangsaan Persia—berlindung dalam bentengnya
sejak kematian Al-Mustanshir, dan memimpin Ismailiyah Nizariyah di Persia dan
Syam sampai ketika Asad ad-Din Sinan (528-588 H) memisahkan diri dengan
berdakwah di Syam dengan gelar Syeikhul Jabal dan para
pengikutnya dengan julukan al-Sinaniyah.
Inilah pembahasan singkat tentang Al-Nizariyah Timur
penguasa Daulah Alamut yang menjadi pengikut Ibnu Shobah dan
kekuasaannya berlangsung selama kurang lebih 167
tahun (487-654 H).
0 Response to "Syi'ah Ismailiyah Nizariyah Al-Syarqiyah (Kelompok Hasyasyin)"
Posting Komentar