Israiliyyat dalam Tafsir Al-Qur'an

Al-Qur’an sebagai penyempurna atas kitab-kitab terdahulu memuat berbagai macam hal, termasuk hal-hal yang terdapat dalam Taurat dan Injil, khususnya hal yang berhubungan dengan kisah para Nabi dan berita umat terdahulu. Namun kisah-kisah tersebut dikemukakan dalam Al-Qur’an secara singkat dan hanya menitikberatkan pada aspek-aspek nasehat serta pelajaran, tidak dikemukakan secara mendetail. Sedangkan Taurat dan Injil mengemukakannya secara panjang lebar dengan menjelaskan rincian dan bagian-bagiannya.

Ketika ahlu kitab (umat yahudi dan nasrani yang masih berpegang teguh pada taurat dan injil yang masih murni) masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan keagamaan mereka berupa cerita dan kisah-kisah keagamaan. Dan di saat mereka membaca kisah-kisah dalam Al-Qur’an, terkadang mereka memaparkan rincian kisah tersebut sesuai kitab-kitab terdahulu mereka, dan pemaparan tersebut mendapat perhatian para sahabat Nabi.

Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori: “Janganlah kamu membenarkan (keterangan) ahli kitab dan jangan pula kamu mendustakannya, tetapi katakanlah, kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami.”

Berita-berita yang diceritakan ahli kitab yang masuk Islam tersebut dinamakan Israiliyyat. Mengingat bahwa yang paling dominan di dalamnya adalah pihak Yahudi (Bani Israil), bukan pihak Nasrani. Sebab penukilan dari orang yahudi lebih banyak jumlahnya karena berbaurnya mereka dengan kaum muslimin telah dimulai semenjak kelahiran Islam .


Sebenarnya para sahabat hanya sedikit mengambil berita-berita terperinci tersebut untuk menafsirkan Al-Qur’an, akan tetapi ketika masa tabi’in, banyak ahli kitab yang masuk Islam dan kabar-kabar israiliyyat banyak terpakai dalam penafsiran Al-Qur’an. Para mufassir tidak mengoreksi terlebih dahulu kutipan cerita israiliyyat yang mereka ambil. Cerita israiliyyat ini sebagian besar diriwayatkan dari empat orang; Abdullah bin Salam, Ka’bul Ahbar, Wahb bin Munabbih, dan Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Para ulama pun berbeda pendapat dalam menilai ahli kitab tersebut, ada yang menolak riwayatnya, dan ada pula yang menerimanya. Dari keempat tokoh tersebut, Abdullah bin Salam lah orang yang paling tinggi kedudukannya, sehingga Imam Bukhori dan ahli hadits yang lain pun memegangi dan mempercayai riwayatnya.

0 Response to "Israiliyyat dalam Tafsir Al-Qur'an"

Posting Komentar