Berhati-hatilah terhadap wajah dan janganlah sekali-kali meremehkannya. Barangkali, kalimat ini memang kedengarannya sangat sederhana,. Namun tak ada salahnya kita sejenak mencamkannya. Sebab perwatakan manusia, kerap kali terwakili oleh wajah.
Bila mulut di wajah kita tertawa lirih – yang hampir tak terdengar, disertai dengan rona mata yang berkaca-kaca, maka orang akan menerjemahkan bahwa kita tengah menerima anugerah bahagia secara tak terduga. Begitupun sebaliknya; jika wajah kita kusut, dengan raut muka yang cemberut, tentu orang beranggapan bahwa kita sedang menanggung beban duka.
Orang yang selalu ceria, maka dia akan awet muda. Sebab keceriaan, konon cuma menggerakkan 16 syaraf di wajah. Sedangkan raut muka yang selalu bersedih, maka pemiliknya akan cepat menua. Karena dengan bersedih, berarti ada 32 tali simpul syaraf wajah yang tengah disangganya.
Akan tetapi, kalimat berhati-hati terhadap wajah, menyiratkan pula tak setiap wajah yang tampak suka cita akan berbuntut dengan kebaikan. Bisa jadi cuma pura-pura ceria di depan, namun segera menggunting lipatan di belakang. Bukankah yang dapat menjegal lawan seiring, adalah mereka yang terlanjur kita anggap sebagai teman baik kita sendiri?
Maka ingatlah kalimat sederhana tersebut: jangan sekali-kali meremehkan wajah. Baik pada mereka yang selalu menampakkan wajahnya di hadapan kita, atau pada mereka yang lebih suka menyembunyikan wajahnya dari tatapan kita. Lebih-lebih pada zaman ketika wajah manusia lebih berwujud sebagai topeng-topeng, sehingga tak begitu jelas apa sesungguhnya yang berada di balik topeng tersebut.
Tapi tak usahlah gusar. Kewaspadaan tak perlu diartikulir dengan sikap yang dipenuhi oleh rasa curiga. Hadapilah segalanya dengan kesabaran dan kerendah-hatian. Sebab di dalam topeng-topeng, sang wajah akan segera merasa pengap dan kegerahan. Di saat itulah wajah aslinya akan menguap kepermukaan.
Untuk itulah, dalam menghadapi bermacam-macam wajah – ada wajah yang menawan penuh decak kagum, wajah yang mendayu-dayu penuh rayu, wajah sendu penuh dengan tipu muslihat, wajah bengis menyeramkan, wajah gusar meresahkan, Wajah seram menakutkan,atau wajah pilu meminta iba dan wajah memelas menunggu uluran belas kasih, serta sederet wajah-wajah lainnya-, hendaknya kita bersenantiasa memandangnya dengan empati.
Sebab kalau empati ini pudar, maka kita akan terjerumus pada dua kutub yang sama-sama memiliki resikonya masing-masing: simpati atau antipati. Rasa simpati akan membuat kita kehilangan daya kritik dan pertimbangan akal sehat. Sedangkan antipati akan menceburkan diri kita ke dalam kubangan kebencian.
Agar tak terjungkal ke dalam dua bentuk kutub tersebut yang nantinya pasti akan membuat diri kita kehilangan rasa keadilan, hendaknya memegang erat-erat idiom Allah Swt.tentang wajah di surat ar-Ruum ayat 30: ’’Maka hadapkanlah wajahmu secara lurus kepada agamaNya.Tetapkanlah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.’’
Juga firmanNya pula: ” fawallu wujuuhakum syatrah”. “Hadapkanlah wajah kalian ke arahNya.”
Nabi Muhammad SAW pun pernah mewartakan perihal wajah-wajah tersebut; bahwa manusia akan menghadap kepadaNya dengan bentuk wajahnya masing-masing.
Dan wajah-wajah itulah yang mengantarkan mereka, menuju syurga dengan berlipat kenikmatan ataukah neraka dengan bencana tak terkirakan?
Rasullullah bersabda: “Sungguh Allah telah menjadikan manusia atas 8 perkara; yang 4 perkara untuk penghuni syurga dan 4 perkara lagi untuk penghuni neraka. Untuk penghuni syurga antara lain: wajah yang manis, lisan yang fasih, hati yang taqwa dan tangan yang dermawan. Sedangkan untuk penghuni neraka antara lain; wajah yang jelek, lisan yang kotor, hati yang keras dan tangan yang bakhil. ”
Wajah manusia, selamanya memang menyiratkan misteri. Maka jangan meremehkan kalimat di atas; Berhati – hatilah terhadap wajah!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Wajah"
Posting Komentar